FIMedia l13/05/16l, Sebagai seorang muslim, menuntut ilmu adalah kewajiban sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu wajin atas semua muslimin” (HR.Ibnu Majah). Kewajiban menuntut ilmu yang diamanahkan Allah SWT tersebut menegaskan bahwa Islam adalah keyakinan sekaligus sistem aturan kehidupan bagi manusia yang sangat mengutamakan kemajuan peradaban kehidupan manusia melalui pencapaian penguasaan sains dan teknologi di segala bidang. Sebaliknya, Islam sangat mengecam keras segala bentuk kebodohan (jahiliyah). Karena jika masyarakat mengalami pendangkalan pemahaman, maka akan berdampak pada kemorosotan peradaban suatu bangsa atau masyarakat di suatu negeri. Kebodohan tidak hanya dipandang dari peran seseorang memajukan sains dan teknologinya di kehidupan dunia, tapi tidak hanya itu bagi seorang muslim yang menjadi tolak ukurnya adalah tingkat pengetahuan dan persiapan dalam kehidupan akhirat. Untuk mencegah materialisme sebagai pandangan hidup, karena dapat menimbulkan masyarakat yang cenderung menjadikan kehidupan dunianya didominasi oleh pragmatisme dan kepentingan sesaat. Maka dari itu bagi seorang muslim, sesungguhnya kewajiban menuntut ilmu dibagi menjadi kewajiban kifayah dan kewajiban ‘ain. |
Kewajiban kifayah adalah kewajiban yang apabila telah dilaksanakan oleh seseorang maka menjadi gugurlah kewajiban orang lain sehingga terhindar dari dosa, atau bersifat komunal. Adapun kewajiban ‘ain adalah apabila telah dilaksanakan oleh seseorang maka gugurlah kewajiban hanya atas orang tersebut saja, tidak menggugurkan kewajiban atas orang lain, sehingga harus ditunaikan secara pribadi atau bersifat individual. Penguasaan sains dan teknologi adalah perkara yang harus ditunaikan sebagai kewajiban kifayah, sehingga apabila di suatu negeri sudah ada seseorang yang menuntut atau menguasainya maka gugurlah dosa orang lain di negeri tersebut.
Di kampus kita ini, bidang sains dan teknologi yang didirikan atau akan didirikan merupakan rangka memenuhi kewajiban kifayah tersebut.Namun pernahkah kita berfikir bagaimana dengan penunaian kewajiban ‘ain dalam aktivitas atau amal menuntut ilmu ini? Apakah malah kita telah melalaikan kewajiban tersebut ? Dari sinilah tulisan ini hadir untuk kembali mengetuk kesadaran, menakar lagi timbangan, meneguhkan keputusan bahwa harus ada langkah-langkah pembenahan dan perbaikan atas apa yang sudah kita jalani di institusi atau pranata pendidikan tinggi ini.
Universitas riset adalah dambaan kita semua, bahwa dengan semangat tersebut akan kita raih produk-produk dan metode terbaik dalam menjawab tantangan kehidupan. Namun penting untuk diingat, bahwa peradaban sebagai suatu kumpulan pemahaman manusia tentang kehidupan tidak hanya dihubungkan pada aspek-aspek universal yang dapat dikuasai melalui metode ilmiah. Peradaban juga harus dibangun di atas akidah yang khas tentang kehidupan.
Amerika Serikat adalah satu contoh tentang bagaimana suatu peradaban dibangun di atas suatu suatu sistem keyakinan atau akidah sekularisme. Paham keduniaan ini membawa Eropa dan Amerika beberapa abad lalu keluar dari kegelapan menuju pencerahan (renaissance). Kebangkitan Eropa saat itu bertolak dari kondisi masyarakat yang tertindas di bawah persekongkolan keji kerajaan dan gereja, sehingga memuncaklah tuntutan perubahan di sana dari kalangan cendekiawan di bawah semboyan “gantung leher kaisar terakhir dengan usus pendeta terakhir”. Propaganda anti keraajaan dan anti gereja ini meluas di daratan Eropa. Singkatnya, mereka tidak lagi yakin dengan pemerintahan kerajaan yang didukung oleh wibawa gereja (pemerintahan berkedok agama) tersebut akan membawa kebangkitan bagi peradaban hidup mereka.
Akhirnya kita lihat hasil dari perubahan pemikiran dan akidah mereka hari ini, Eropa dan kemudian Amerika tampil sebagai bangsa yang bangkit mencapai kemajuan dalam sains dan teknologi setelah dengan sadar meninggalkan dominasi gereja, ya…mereka harus menjadi sekuler terlebih dulu untuk kemudian mampu meraih kebangkitan.
Sisi lain dari peradaban yang bangkit di atas akidah sekuler tak boleh luput dari pengamatan kaum intelektual mahasiswa muslim. Kebangkitan di yang berlandaskan akidah sekuler sesunggungnya bukan kebangkitan yang hakiki atau sejati. Realitas telah banyak berbicara tentang bagaimana sesungguhnya ada yang bobrok dalam peradaban tersebut yaitu lahirnya sistem ekonomi kapitalistik, sistem pendidikan materialistik, sistem politik opportunistic, sistem pemerintahan korporatokrasi. Tidak hanya sebatas itu, sistem kehidupan yang begitu mereka agungkan tersebut mereka propagandakan ke seluruh dunia sebagai paham demokrasi yang seolah indah padahal sesungguhnya di dalamnya mengandung pesan singkat yang sangat bertentangan dengan akidah seorang muslim yaitu demokrasi meletakkan kedaulatan (hak membuat hukum) di tangan manusia. Paham inilah yang kemudian merusak tatanan hidup umat manusia khususnya kaum muslimin di seluruh negeri-negeri mereka.
Oleh karena itu, berangkat dari realitas inilah maka sangat penting untuk membangun kembali kesadaran dan pemahaman mahasiswa dalam rangka menentukan arah kebangkitan peradaban yang sahih, tidak melulu hanya berupaya menguasai sains dan teknologi. Aktivitas menuntut ilmu yang dilakoni oleh mahasiswa di kampus ini harus seimbang antara penguasaan sains, teknologi, dan akidah dan aturan kehidupan agamanya sehingga peradaban unggul yang diidamkannya benar-benar terwujud sebagai kebangkitan yang hakiki. wallaahu a’lam bishshawabi.