FIM l27/05/16l, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada tahun 2015 terdapat 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan berarti sekitar 881 kasus setiap hari. (Sumber : rri.co.id dan bbc.com) Salah satu korban terbarunya ialah seorang perempuan pegawai pabrik di Tangerang berusia 18 tahun. Pada Jumat (13/05), korban ditemukan di dalam kamar kos dalam keadaan telanjang bulat dengan gagang cangkul tertancap di kemaluannya. Dalamnya luka akibat cangkul membuat kita tak bisa tidur nyenyak. Perihnya luka membuat seluruh rakyat Indonesia histeris. Siapa tak sedih? Membesarkan anak sejak dari kandungan hingga melihat sinar mentari pertama kali dia dilahirkan ke muka bumi, namun harus meregang nyawa dengan tragis menggunakan sebuah ‘Cangkul’. Bukan hanya itu saja, ada juga anak balita 2,5 tahun; ‘anak dalam kardus’ ; diperkosa, dianiaya tanpa ampun oleh perorangan hingga belasan orang. |
Fenomena maraknya kejahatan seksual bukan merupakan fenomenal tunggal, sehingga dapat diselesaikan dengan menindak pelaku kejahatan, tanpa memperhatikan faktor lain yang menjadi akar masalahnya. Namun, fenomena ini merupakan dampak dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, baik di Barat maupun di Timur. Sistem liberalisme, dengan asas manfaatnya telah melahirkan kebebasan bertingkah laku dan kebebasan berekspresi di masyarakat.
Kejahatan seksual ini dipicu oleh hasrat dan dorongan seks yang membuncah. Hasrat dan dorongan seks ini lahir dari naluri melestarikan keturunan yang ada pada diri manusia. Naluri ini sebenarnya fitrah bagi manusia, yang bisa terangsang lalu menuntut di penuhi. Rangsangan muncul karena dua faktor : Pertama, fantasi atau khayalan, dan kedua ; fakta aurat lawan jenis kelamin (pria dan wanita) yang terindera.
Maraknya perempuan yang berpakaian minim,dan mengumbar aurat yang bukan hanya rambut dan leher, tetapi sampai belahan dada, bahkan tidak jarang hingga buah dada, diikuti dengan perut dan pusarnya, hingga betis dan pahanya; merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu kaum pria. Ditambah maraknya gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks. Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat. Rangsangan ini kemudian diikuti fantasi seks hingga mendorong tindakan. Tindakan ini bisa menyimpang dan menjerumuskan pelakunya dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan dan pembunuhan keji.
Harus diakui, ini merupakan dampak dari kebebasan bertingkah laku, dimana hubungan antara pria dan wanita begitu bebas, hingga tanpa batas. Hubungan bebas pria dan wanita tanpa batas. Bagi orang-orang yang memiliki uang mungkin memenuhinya dengan kencan semalam, dan bagi yang tidak, maka tindakan yang bisa dilakukan akan memangsa korban yang lemah. Terjadilah tindak perkosaan itu, bahkan sampai pembunuhan sadis.
Ada beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan remaja.
Pertama, Keluarga. Keluarga dianggap lalai dalam menjalankan fungsi pendidikan terutama pendidikan seks terhadap anak sehingga memudahkan pelaku untuk melakukan perbuatan bejatnya.
Kedua, Lingkungan Masyarakat. Lingkungan masyarakat yang permisif, acuh tak acuh, membuat pelaku kejahatan bebas melakukan aksinya. Bagaimana mungkin di toilet TK bisa terjadi perbuatan keji pada seorang anak tanpa ketahuan? Apakah guru tidak melihat perubahan sikap anak ketika masuk kembali ke kelas? Lingkungan juga seringkali memberikan pengaruh buruk, yang melahirkan para pelaku kejahatan.
Ketiga, Negara. Pembahasan peran negara umumnya hanya sebatas sebagai pemberi sanksi. Sanksi kejahatan seksual terhadap anak yang hanya maksimal 15 tahun penjara dianggap terlalu ringan. Terbukti dengan banyak tuntutan dari keluarga korban pelecehan seksual untuk memberatkan hukuman hingga hukuman mati.
Agama Islam sebagai pembawa rahmat tentu akan memberikan rasa keadilan, baik untuk korban maupun buat si pelaku, dalilnya sebagai berikut :
"...dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45)
"dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa" (Al-Baqarah 2:179)
Jika hal ini diterapkan, keluarga korban akan lega dan puas dengan ganjaran hukuman yang setimpal. Duplikasi kejahatan pun tak akan mudah terjadi. Tragedi tak akan terus berulang. Kondisi gawat akan segera berhenti. Supremasi hukum ditegakkan, pelaku kejahatan tak akan berkutik, yang berniat jahat pun akan berpikir seribu kali sebelum beraksi.
Dengan paham Liberalisme yang menjalar di setiap lini kehidupan negeri ini, tragedi demi tragedi akan terus terjadi, tentu dengan berbagai tema disetiap minggu, bisa perkosaan, bisa kekerasan pada anak, bisa korupsi, narkoba, tawuran, begal, pembunuhan, mutilasi dan sebagainya. Liberalisme akan terus merangkai bom waktu yang akan meledak sewaktu-waktu dimanapun, di Inggris, India, Amerika bahkan di Indonesia. So, berhati-hatilah terhadap bahaya sekularime dan liberalism yang semakin menjauhkan dan mengasingkan Islam dari kehidupan umat Islam. Bersiaplah membuka diri terhadap hukum syari’ah yang terbukti 13 abad membawa rahmat untuk semesta alam. Penerapan aturan dari Allah SWT oleh negara teruji secara normatif, terbukti secara historis, dan nampak secara empiris.
Kejahatan seksual ini dipicu oleh hasrat dan dorongan seks yang membuncah. Hasrat dan dorongan seks ini lahir dari naluri melestarikan keturunan yang ada pada diri manusia. Naluri ini sebenarnya fitrah bagi manusia, yang bisa terangsang lalu menuntut di penuhi. Rangsangan muncul karena dua faktor : Pertama, fantasi atau khayalan, dan kedua ; fakta aurat lawan jenis kelamin (pria dan wanita) yang terindera.
Maraknya perempuan yang berpakaian minim,dan mengumbar aurat yang bukan hanya rambut dan leher, tetapi sampai belahan dada, bahkan tidak jarang hingga buah dada, diikuti dengan perut dan pusarnya, hingga betis dan pahanya; merupakan fakta yang bisa merangsang lawan jenisnya, yaitu kaum pria. Ditambah maraknya gambar, film, tayangan dan jejaring sosial yang menayangkan adegan seks. Semuanya ini tentu menjadi pemicu lahirnya rangsangan seks yang begitu kuat. Rangsangan ini kemudian diikuti fantasi seks hingga mendorong tindakan. Tindakan ini bisa menyimpang dan menjerumuskan pelakunya dalam kejahatan seks, mulai dari pelecehan hingga perkosaan dan pembunuhan keji.
Harus diakui, ini merupakan dampak dari kebebasan bertingkah laku, dimana hubungan antara pria dan wanita begitu bebas, hingga tanpa batas. Hubungan bebas pria dan wanita tanpa batas. Bagi orang-orang yang memiliki uang mungkin memenuhinya dengan kencan semalam, dan bagi yang tidak, maka tindakan yang bisa dilakukan akan memangsa korban yang lemah. Terjadilah tindak perkosaan itu, bahkan sampai pembunuhan sadis.
Ada beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dan remaja.
Pertama, Keluarga. Keluarga dianggap lalai dalam menjalankan fungsi pendidikan terutama pendidikan seks terhadap anak sehingga memudahkan pelaku untuk melakukan perbuatan bejatnya.
Kedua, Lingkungan Masyarakat. Lingkungan masyarakat yang permisif, acuh tak acuh, membuat pelaku kejahatan bebas melakukan aksinya. Bagaimana mungkin di toilet TK bisa terjadi perbuatan keji pada seorang anak tanpa ketahuan? Apakah guru tidak melihat perubahan sikap anak ketika masuk kembali ke kelas? Lingkungan juga seringkali memberikan pengaruh buruk, yang melahirkan para pelaku kejahatan.
Ketiga, Negara. Pembahasan peran negara umumnya hanya sebatas sebagai pemberi sanksi. Sanksi kejahatan seksual terhadap anak yang hanya maksimal 15 tahun penjara dianggap terlalu ringan. Terbukti dengan banyak tuntutan dari keluarga korban pelecehan seksual untuk memberatkan hukuman hingga hukuman mati.
Agama Islam sebagai pembawa rahmat tentu akan memberikan rasa keadilan, baik untuk korban maupun buat si pelaku, dalilnya sebagai berikut :
"...dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah 5:45)
"dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa" (Al-Baqarah 2:179)
Jika hal ini diterapkan, keluarga korban akan lega dan puas dengan ganjaran hukuman yang setimpal. Duplikasi kejahatan pun tak akan mudah terjadi. Tragedi tak akan terus berulang. Kondisi gawat akan segera berhenti. Supremasi hukum ditegakkan, pelaku kejahatan tak akan berkutik, yang berniat jahat pun akan berpikir seribu kali sebelum beraksi.
Dengan paham Liberalisme yang menjalar di setiap lini kehidupan negeri ini, tragedi demi tragedi akan terus terjadi, tentu dengan berbagai tema disetiap minggu, bisa perkosaan, bisa kekerasan pada anak, bisa korupsi, narkoba, tawuran, begal, pembunuhan, mutilasi dan sebagainya. Liberalisme akan terus merangkai bom waktu yang akan meledak sewaktu-waktu dimanapun, di Inggris, India, Amerika bahkan di Indonesia. So, berhati-hatilah terhadap bahaya sekularime dan liberalism yang semakin menjauhkan dan mengasingkan Islam dari kehidupan umat Islam. Bersiaplah membuka diri terhadap hukum syari’ah yang terbukti 13 abad membawa rahmat untuk semesta alam. Penerapan aturan dari Allah SWT oleh negara teruji secara normatif, terbukti secara historis, dan nampak secara empiris.