FIMedia l06/05/16l, Saya masih mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat melewati jalan di daerah Bukit Merapin, Pangkalpinang. Dua kelompok pasukan berseragam putih biru saling berhadapan. Dari kejauhan jalan, saya mengira mereka melakukan bersih-bersih di jalan atau kunjungan belajar. Ternyata mereka adalah dua kelompok gerombolan anak SMP yang tengah tawuran. Entah apa yang ada di pikiran mereka, yang jelas ini kejadian yang parah. Belum lagi ditambah pemberitaan lem aibon, kasus pembunuhan pelajar, mahasiswa, hingga dosen, pemerkosaan anak oleh lebih dari lima remaja, video porno, dan lainnya. Ini membuat saya menaikan level parah tadi menjadi super sangat parah dalam dua minggu terakhir di kehidupan kaum terdidik di Indonesia. Kalau begini kejadiannya, bagaimana wajah negeri ini di masa depan ? Jelas, kerusakan ini terjadi akibat sedikitnya penanaman modal yang kuat. Ya, modal yang perlu ditanamkan adalah pemahaman yang benar tentang kehidupan. |
Banyak bermunculan para kaum terdidik yang kuat intelektualnya tapi lemah kepribadiannya. Luas ilmunya tapi kerdil akhlaknya. Ini kemudian menimbulkan problem sosial yang parah, karena kaum intelektual yang seharusnya menjadi agen perubahan ke arah perbaikan masyarakat, mereka malah justru menciptakan keburukan yang lebih hebat dan menjadi bagian problem itu sendiri.
Kaum terdidik mempelajari karakter dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap harinya. Contoh dan referensi apa yang paling banyak didapatkan. Pada saat di sekolah, di kampus atau tempat belajar, kaum terdidik hanya mengalami transfer of knowledge, padahal pembelajaran yang terpenting adalah transfer of character.
Fungsi strategis pendidikan sebenarnya tak hanya mentransfer berbagai pengetahuan (knowledge) seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lebih dari itu pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup (the world view) bagi suatu bangsa atau umat.
Allah SWT telah mengajari kita bagaimana seharusnya pendidikan itu dilakukan. Seperti halnya kisah seorang manusia bernama Luqman Hakim. Luqman mendidik putranya tentang pengesaan (ketauhidan) Allah SWT. Ia menasihati anaknya agar tidak mempersekutukan Allah swt. Ia pun mengingatkan anaknya bahwa Allah Yang Maha Tahu atas segala sesuatu, di langit maupun di bumi, akan membalas semua amal perbuatan manusia, seberat apa pun amal perbuatan itu.
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman :13)
Luqman juga mengingatkan anaknya untuk menjauhi larangan-larangan Allah Swt. Sifat sombong dan perilaku angkuh adalah di antara perbuatan yang harus dijauhi. Sebaliknya, sifat yang harus dilekatkan adalah sederhana dalam melangkah dan merendahkan suara sebagai wujud akhlak yang baik.
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Akidah adalah prioritas utama dalam pendidikan. Dengan terintegrasinya pendidikan umum dan agama akan terbentuklah kaum terdidik yang tidak hanya sekadar menguasai ilmu untuk penghidupan, tetapi juga memiliki kepribadian Islam. Inilah yang dalam istilah Imam Al Ghazali disebut sebagai ulama akhirat, yakni cendekiawan yang shaleh.
Untuk itu, mari kita menjadi mahasiswa yang dapat membina diri dengan pendidikan yang diatur dan diajarkan oleh Allah SWT untuk kemajuan peradaban yang bermartabat dan menjadi pemimpin yang mensejahterakan umat manusia.
Bagi seorang Muslim, pendidikan bukan semata menjadikan seseorang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang tertentu, tetapi menjadikan seorang Muslim memiliki kepribadian Islam. Sehingga ketika, misalnya, nanti kita menjadi seorang pejabat maupun pengusaha maka kita akan menjalani profesi tersebut dengan senantiasa berpedoman pada aturan Islam. Kita akan senantiasa menjadikan Islam sebagai penuntun aktivitas hidup, karena orientasi seorang muslim saat menjalani suatu aktivitas bukan sekedar mewujudkan nilai-nilai seperti materi, kemanusiaan, ataupun moral, namun yang paling utama adalah meraih keridhoan Allah SWT.
Kaum terdidik mempelajari karakter dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap harinya. Contoh dan referensi apa yang paling banyak didapatkan. Pada saat di sekolah, di kampus atau tempat belajar, kaum terdidik hanya mengalami transfer of knowledge, padahal pembelajaran yang terpenting adalah transfer of character.
Fungsi strategis pendidikan sebenarnya tak hanya mentransfer berbagai pengetahuan (knowledge) seperti sains dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Lebih dari itu pendidikan adalah instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup (the world view) bagi suatu bangsa atau umat.
Allah SWT telah mengajari kita bagaimana seharusnya pendidikan itu dilakukan. Seperti halnya kisah seorang manusia bernama Luqman Hakim. Luqman mendidik putranya tentang pengesaan (ketauhidan) Allah SWT. Ia menasihati anaknya agar tidak mempersekutukan Allah swt. Ia pun mengingatkan anaknya bahwa Allah Yang Maha Tahu atas segala sesuatu, di langit maupun di bumi, akan membalas semua amal perbuatan manusia, seberat apa pun amal perbuatan itu.
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman :13)
Luqman juga mengingatkan anaknya untuk menjauhi larangan-larangan Allah Swt. Sifat sombong dan perilaku angkuh adalah di antara perbuatan yang harus dijauhi. Sebaliknya, sifat yang harus dilekatkan adalah sederhana dalam melangkah dan merendahkan suara sebagai wujud akhlak yang baik.
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Akidah adalah prioritas utama dalam pendidikan. Dengan terintegrasinya pendidikan umum dan agama akan terbentuklah kaum terdidik yang tidak hanya sekadar menguasai ilmu untuk penghidupan, tetapi juga memiliki kepribadian Islam. Inilah yang dalam istilah Imam Al Ghazali disebut sebagai ulama akhirat, yakni cendekiawan yang shaleh.
Untuk itu, mari kita menjadi mahasiswa yang dapat membina diri dengan pendidikan yang diatur dan diajarkan oleh Allah SWT untuk kemajuan peradaban yang bermartabat dan menjadi pemimpin yang mensejahterakan umat manusia.
Bagi seorang Muslim, pendidikan bukan semata menjadikan seseorang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang tertentu, tetapi menjadikan seorang Muslim memiliki kepribadian Islam. Sehingga ketika, misalnya, nanti kita menjadi seorang pejabat maupun pengusaha maka kita akan menjalani profesi tersebut dengan senantiasa berpedoman pada aturan Islam. Kita akan senantiasa menjadikan Islam sebagai penuntun aktivitas hidup, karena orientasi seorang muslim saat menjalani suatu aktivitas bukan sekedar mewujudkan nilai-nilai seperti materi, kemanusiaan, ataupun moral, namun yang paling utama adalah meraih keridhoan Allah SWT.