FIMedia l8/04/16l, Mencontek menjadi sebuah potret budaya, dan suatu kewajaran dikalangan pelajar di Indonesia. Hal ini dibuktikan ketika saya mencari referensi untuk tulisan ini. Saya mencoba melakukan penelusuran dimesin pencari informasi yang paling mutakhir saat ini, yaitu melalui Prof. Google. Ketika menuliskan “mencontek saat ujian”, search related (berdasarkan keseringan yang dicari pengguna jasa Prof. Google) yang muncul adalah “tips mencontek saat ujian”, “cara mencontek saat ujian” dan lain-lainnya berhubungan dengan cara bagaimana melakukan kecurangan pada saat ujian ini. Dan saya yakin bahwa pengguna jasa dari Prof. Google adalah pelajar. |
“Musim Ujian” dalam satu Minggu ini yang dilaksanakan oleh UBB dan siswa-siswi SMA dalam Ujian Nasional. Kita dapat mencermati apa yang telah dilakukan untuk menghadapi dan melaksanakan ujian. Apakah masih ada yang melakukan kecurangan dalam ujian ? Tapi bagaimana pola pikir dan sikap yang terbentuk dari seseorang yang jilakalau pendidikan yang membentuk kepribadiaanya membudidayakan kebiasaan mencontek ? Jadi deh, ketika memasuki dunia pekerjaan sudah tidak terbiasa melaksanakan kejujuran. Praktek-praktek keharaman menjadi kebiasaan.
“Yang penting dapat nilai A”, katanya. Maka segala cara dan jalan ditempuh tak kenal halal apalagi haram. Munculah kreativitas untuk menghadapi ujian, dengan membuat catatan tersebunyi mulai dari kertas kecil hingga menuliskan di permukaan pahanya atau bagian tubuh lainnya, intinya tersembunyi. Selain itu, ada cara lain yang paling mutakhir dan paling modern yaitu bertanya kepada Prof. Google dengan Handphone yang tersambung internet.
Bayangkan, apakah kita bangga lulus degan nilai A namun diperoleh dengan jalan yang tidak diridhai Allah? Dan kita dengan pongahnya berkata bahwa kita adalah salah satu dari yang terpintar di dalam kelas. Perilaku-perilaku yang sepeti itu hendaknya kita buang dalam kehidupan kita.
Padahal jika kita lihat lebih jauh dengan kenyataan dan apa yang diberitakan kepada manusia. Ujian selalu ada pada diri setiap orang karena sebuah keniscayaan yang dihadapi mulai dari lahir hingga meninggalnya. Ujian dapat berupa kesenangan maupun kesengsaraan bagi pandangan manusia. Cara manusia menghadapinya juga beragam tergantung dari pola pikir dan sikap yang terbentuk.
Berani dalam mencontek, sopan yang penting tidak kelihatan oleh dosen, dan pintar dalam cara melaksanakan mencontek. Karena itu bukanlah “Mental, Moral, dan Intelektual” yang dijadikan visi UBB.
Seharusnya kejujuran, mental dan kerja keras merupakan salah satu unsur yang tidak bisa kita tinggalkan. Karena ujian ini dapat diibaratkan dengan hanya sebuah anak tangga yang harus di lewati sebelum menempuh jutaan anak tangga lain yang menanti masa depan. Ujian bukanlah hal yang dikhawatirkan tapi bagaimana kesiapan kita dalam menghadapi ujian-ujian sebenarnya setelah meninggalkan perkuliahan.
Bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Allah Maha Melihat dan Ia berfirman “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hujurat: 18)
Ujian Tengah Semester Genap tahun 2016 ini telah berlalu, apapun yang telah kita lakukan dalam mempersiapkan dan menghadapinya menjadikan tolak ukur untuk menjadi lebih baik lagi. Jika kita melakukan kecurangan, hendaknya segera bertobat dan menjauhi perilaku ini serta berjanji tidak akan melakukannya lagi. Dengan menghadapi ujian berikutnya kita menjadi lebih baik dengan kejujuran dan nilai yang memuaskan.
Bagi seseorang yang menganggap bahwa hidup yang selayaknya diatur oleh Sang Pencipta, yaitu Allah SWT, maka sudah sewajarnya kita tau diri untuk mengikut aturan-Nya. Pemikiran itu berimbas pada perilaku dan kepribadian seseorang. Menyadari penglihatan dosen bukanlah suatu hal yang harus kita hindari dalam melaksanakan kecurangan sewaktu ujian tapi penglihatan Allah SWT adalah hal yang harus kita sadari dalam niatannya. Kebahagiaan tak mesti selalu dengan hasil nilai A dalam ujian. Namun, kebahagiaan yang sejati ialah ketika kita menikmati proses kebaikan, dan kebenaran untuk mendapatkan hasil, apapun nilainya setidaknya nilai plus di Mata Allah. Semangat
“Yang penting dapat nilai A”, katanya. Maka segala cara dan jalan ditempuh tak kenal halal apalagi haram. Munculah kreativitas untuk menghadapi ujian, dengan membuat catatan tersebunyi mulai dari kertas kecil hingga menuliskan di permukaan pahanya atau bagian tubuh lainnya, intinya tersembunyi. Selain itu, ada cara lain yang paling mutakhir dan paling modern yaitu bertanya kepada Prof. Google dengan Handphone yang tersambung internet.
Bayangkan, apakah kita bangga lulus degan nilai A namun diperoleh dengan jalan yang tidak diridhai Allah? Dan kita dengan pongahnya berkata bahwa kita adalah salah satu dari yang terpintar di dalam kelas. Perilaku-perilaku yang sepeti itu hendaknya kita buang dalam kehidupan kita.
Padahal jika kita lihat lebih jauh dengan kenyataan dan apa yang diberitakan kepada manusia. Ujian selalu ada pada diri setiap orang karena sebuah keniscayaan yang dihadapi mulai dari lahir hingga meninggalnya. Ujian dapat berupa kesenangan maupun kesengsaraan bagi pandangan manusia. Cara manusia menghadapinya juga beragam tergantung dari pola pikir dan sikap yang terbentuk.
Berani dalam mencontek, sopan yang penting tidak kelihatan oleh dosen, dan pintar dalam cara melaksanakan mencontek. Karena itu bukanlah “Mental, Moral, dan Intelektual” yang dijadikan visi UBB.
Seharusnya kejujuran, mental dan kerja keras merupakan salah satu unsur yang tidak bisa kita tinggalkan. Karena ujian ini dapat diibaratkan dengan hanya sebuah anak tangga yang harus di lewati sebelum menempuh jutaan anak tangga lain yang menanti masa depan. Ujian bukanlah hal yang dikhawatirkan tapi bagaimana kesiapan kita dalam menghadapi ujian-ujian sebenarnya setelah meninggalkan perkuliahan.
Bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Allah Maha Melihat dan Ia berfirman “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hujurat: 18)
Ujian Tengah Semester Genap tahun 2016 ini telah berlalu, apapun yang telah kita lakukan dalam mempersiapkan dan menghadapinya menjadikan tolak ukur untuk menjadi lebih baik lagi. Jika kita melakukan kecurangan, hendaknya segera bertobat dan menjauhi perilaku ini serta berjanji tidak akan melakukannya lagi. Dengan menghadapi ujian berikutnya kita menjadi lebih baik dengan kejujuran dan nilai yang memuaskan.
Bagi seseorang yang menganggap bahwa hidup yang selayaknya diatur oleh Sang Pencipta, yaitu Allah SWT, maka sudah sewajarnya kita tau diri untuk mengikut aturan-Nya. Pemikiran itu berimbas pada perilaku dan kepribadian seseorang. Menyadari penglihatan dosen bukanlah suatu hal yang harus kita hindari dalam melaksanakan kecurangan sewaktu ujian tapi penglihatan Allah SWT adalah hal yang harus kita sadari dalam niatannya. Kebahagiaan tak mesti selalu dengan hasil nilai A dalam ujian. Namun, kebahagiaan yang sejati ialah ketika kita menikmati proses kebaikan, dan kebenaran untuk mendapatkan hasil, apapun nilainya setidaknya nilai plus di Mata Allah. Semangat