FIMedia l20/05/16l, Semoga dosen-dosen dan rekan-rekan mahasiswa selalu dimudahkan dalam segala urusan. Keluar dari lingkaran nyaman dan mencoba merasakan penderitaan itu perlu dilakukan. Belajar menjadi orang kaya atau hebat harus dimulai mengambil peran sebagai orang susah. Tingkatkan standar hidup kita dengan mengejar sebuah kelebihan, bukan kecukupan. Namun bukan berarti hanya mengejar kenikmatan duniawi saja. Bagi anak-anak yang dibesarkan dengan visi yang hebat , baginya jelas bahwa hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi dengan misi untuk membebaskan dunia dari kegelapan kepada cahaya, memajukan kehidupan, menyuruh kepada ma'ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah SWT. Karena iman, islam dan amar ma’ruf nahi munkar (dakwah) itulah yang menyebabkan peradaban Islam pernah eksis dan memimpin dunia dalam masa yang sangat panjang. |
Sampai akhirnya, kini kita dilanda virus kemalasan. Segala kecanggihan dan inovasi teknologi di dunia modern sekarang membuat semuanya serba instan. Seolah-olah surga sudah di tangan. Padahal Allah berfirman:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah : 214)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Qs.Ali Imran:142)
Ayat 3:142 itu tidak menyebutkan kita harus ditimpa cobaan dulu. Justru di situlah tantangan orang-orang di zona nyaman.
Kita adalah generasi muda, generasi dambaan umat, tulang punggung peradaban, dan masa depan bangsa. Dengan kondisi fisik yang prima, kita didapuk sebagai pemegang tonggak perubahan. Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda adalah garda terdepan dalam menginisiasi dan mengkawal perubahan.
Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqoddimah memaparkan suatu teori yang dikemudian hari dikenal sebagai teori siklus. Teori ini berbicara tentang gambaran kualitas generasi dalam setiap peradaban yang mengalami putaran tahapan mulai dari generasi perintis, generasi pembangun, generasi penjaga tradisi, generasi penikmat dan terakhir generasi perusak. Generasi Perintis adalah generasi yang memiliki semangat juang tinggi, pantang menyerah, cerdas, dan berkomitmen besar dalam membangun peradabannya. Generasi Pembangun adalah generasi yang masih mewarisi semangat dan ruh perjuangan pendahulu mereka. Biasanya pada masa merekalah sebuah peradaban akan mencapai puncak kemajuannya. Generasi penjaga tradisi adalah generasi yang semangat untuk mengembangkan sebuah peradaban sudah tidak seperti para pendahulunya, walaupun masih terbilang eksis. Di mulai dari sinilah sebuah peradaban menjadi stagnan, tidak lagi berkembang, namun masih memiliki eksistensi kewibawaan. Generasi penikmat adalah generasi yang hanya menikmati apa yang sudah di beli oleh para leluhurnya dengan keringat dan darah. Maka, kezaliman dan ketidakadilan mulai tampak dimana-mana. Terakhir generasi penghancur, yakni generasi yang melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa mempedulikan nasib negara. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi kelima ini, maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu. Menurut Ibnu Khaldun proses putaran ini berlangsung sekitar satu abad.
Dari sebagian besar sahabat Nabi generasi awal, sebagian besar adalah pemuda. Mush’ab bin ‘Umair salah satunya, melalui tangannya, suku Aus dan Khazraj termasuk tokoh-tokoh kuncinya menerima Islam dan siap dipimpin dengan Islam. Hingga terjadilah Bai’at ‘Aqabah II yang menjadikan Rasul Muhammad SAW sebagai pemimpin baru mereka dan kaum muslimin seluruhnya, pemimpin dari Negara Islam Madinah.
Kemerdekaan Indonesia 1945, bergantinya Orde lama ke Orde baru, serta momen reformasi 1998 sarat akan peran pemuda terutama mahasiswa. Begitu pula dalam sejarah Islam, penuh diisi dengan peran serta pemuda. Kita sering melupakan perjuangan Baginda Nabi saw. yang penuh dengan penderitaan; dicaci, dilempari batu dan kotoran, diboikot dan dikucilkan, termasuk diancam dibunuh dan dimusnahkan. Kita pun sering mengabaikan penderitaan para Sahabat beliau—seperti Bilal bin Rabbah yang pernah dijemur di atas pasir yang panas, di bawah terik matahari, lalu dicambuk berkali-kali; atau Abdullah bin Mas’ud yang dikeroyok kafir Qurays di tengah pasar; atau Habbab bin al-Arts yang tubuhnya diseret di atas bara api hingga kulit dan dagingnya matang terpanggang, dan lainnya. Mereka memilih demikian hanya karena memperjuangkan Islam. Tentu karena mereka sangat paham, bahwa zona aman di dunia akibat meninggalkan dakwah pasti akan berbuah ancaman dan siksaan di akhirat nanti. Mereka pun amat paham, bahwa zona nyaman yang hakiki hanya bisa dirasakan saat kedua kaki sudah berada di surga yang diimpikan, bukan di dunia yang penuh kepalsuan ! wallaahu a’lam bishshawabi.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah : 214)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Qs.Ali Imran:142)
Ayat 3:142 itu tidak menyebutkan kita harus ditimpa cobaan dulu. Justru di situlah tantangan orang-orang di zona nyaman.
Kita adalah generasi muda, generasi dambaan umat, tulang punggung peradaban, dan masa depan bangsa. Dengan kondisi fisik yang prima, kita didapuk sebagai pemegang tonggak perubahan. Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda adalah garda terdepan dalam menginisiasi dan mengkawal perubahan.
Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqoddimah memaparkan suatu teori yang dikemudian hari dikenal sebagai teori siklus. Teori ini berbicara tentang gambaran kualitas generasi dalam setiap peradaban yang mengalami putaran tahapan mulai dari generasi perintis, generasi pembangun, generasi penjaga tradisi, generasi penikmat dan terakhir generasi perusak. Generasi Perintis adalah generasi yang memiliki semangat juang tinggi, pantang menyerah, cerdas, dan berkomitmen besar dalam membangun peradabannya. Generasi Pembangun adalah generasi yang masih mewarisi semangat dan ruh perjuangan pendahulu mereka. Biasanya pada masa merekalah sebuah peradaban akan mencapai puncak kemajuannya. Generasi penjaga tradisi adalah generasi yang semangat untuk mengembangkan sebuah peradaban sudah tidak seperti para pendahulunya, walaupun masih terbilang eksis. Di mulai dari sinilah sebuah peradaban menjadi stagnan, tidak lagi berkembang, namun masih memiliki eksistensi kewibawaan. Generasi penikmat adalah generasi yang hanya menikmati apa yang sudah di beli oleh para leluhurnya dengan keringat dan darah. Maka, kezaliman dan ketidakadilan mulai tampak dimana-mana. Terakhir generasi penghancur, yakni generasi yang melakukan apa saja yang mereka sukai tanpa mempedulikan nasib negara. Jika suatu bangsa sudah sampai pada generasi kelima ini, maka keruntuhan negara sebagai sunnatullah sudah di ambang pintu. Menurut Ibnu Khaldun proses putaran ini berlangsung sekitar satu abad.
Dari sebagian besar sahabat Nabi generasi awal, sebagian besar adalah pemuda. Mush’ab bin ‘Umair salah satunya, melalui tangannya, suku Aus dan Khazraj termasuk tokoh-tokoh kuncinya menerima Islam dan siap dipimpin dengan Islam. Hingga terjadilah Bai’at ‘Aqabah II yang menjadikan Rasul Muhammad SAW sebagai pemimpin baru mereka dan kaum muslimin seluruhnya, pemimpin dari Negara Islam Madinah.
Kemerdekaan Indonesia 1945, bergantinya Orde lama ke Orde baru, serta momen reformasi 1998 sarat akan peran pemuda terutama mahasiswa. Begitu pula dalam sejarah Islam, penuh diisi dengan peran serta pemuda. Kita sering melupakan perjuangan Baginda Nabi saw. yang penuh dengan penderitaan; dicaci, dilempari batu dan kotoran, diboikot dan dikucilkan, termasuk diancam dibunuh dan dimusnahkan. Kita pun sering mengabaikan penderitaan para Sahabat beliau—seperti Bilal bin Rabbah yang pernah dijemur di atas pasir yang panas, di bawah terik matahari, lalu dicambuk berkali-kali; atau Abdullah bin Mas’ud yang dikeroyok kafir Qurays di tengah pasar; atau Habbab bin al-Arts yang tubuhnya diseret di atas bara api hingga kulit dan dagingnya matang terpanggang, dan lainnya. Mereka memilih demikian hanya karena memperjuangkan Islam. Tentu karena mereka sangat paham, bahwa zona aman di dunia akibat meninggalkan dakwah pasti akan berbuah ancaman dan siksaan di akhirat nanti. Mereka pun amat paham, bahwa zona nyaman yang hakiki hanya bisa dirasakan saat kedua kaki sudah berada di surga yang diimpikan, bukan di dunia yang penuh kepalsuan ! wallaahu a’lam bishshawabi.